Terungkap! Alasan Jokowi Selamatkan Freeport dari Malapetaka

Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo meninjau Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika pada Kamis, 1 September 2022. Di Grasberg, Presiden dan Ibu Iriana mengunjungi Museum Bunaken untuk mendapatkan penjelasan tentang sejarah pertambangan PTFI. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Pemerintah Indonesia akhirnya telah memutuskan untuk memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia hingga Mei 2024 mendatang.

Perpanjangan izin tentunya akan membuat Freeport terbebas dari ancaman ‘malapetaka’ besar. Bila mengacu pada Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), pemerintah seharusnya mulai menghentikan ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat, pada 10 Juni 2023 mendatang.

Bila ekspor konsentrat tembaga ini dihentikan mulai Juni 2023 mendatang, maka Freeport terancam menghadapi ‘malapetaka’ berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) puluhan ribu pekerja hingga berpotensi kehilangan pendapatan hingga US$ 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun per tahun.

Lantas, mengapa akhirnya pemerintah memberikan relaksasi ekspor kepada Freeport?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun akhirnya membeberkan sejumlah pertimbangan yang membuat pemerintah akhirnya mengizinkan Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat setelah Juni 2023 mendatang.

Pertama, Arifin menyebut, salah satu pertimbangan pemerintah mengizinkan kelanjutan ekspor konsentrat tembaga Freeport karena adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada waktu pembangunan smelter Freeport menjadi tertunda.

“Kita consider itu karena ada pandemi. Juni, nah ini kita sedang ya.. kalau nggak boleh ekspor gimana? Udah, boleh,” ungkapnya saat ditanya jadi keputusannya boleh diizinkan ekspor setelah Juni atau tidak, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/04/2023).

Arifin menjelaskan, diizinkannya Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat setelah Juni 2023 ini dengan pertimbangan keadaan kahar alias force majeure pandemi Covid-19, sehingga dinilai tidak melanggar UU Minerba.

“Kita consider apa yang sudah terbangun dari proyeknya, dari komitmennya. Kita consider kendala yang dihadapi pembangunannya. Kan waktu Covid, dia kontraktornya Jepang. Jepang aja berapa tahun aja itu lockdown-nya. Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering gak progres, pembelian materi procurement-nya juga nggak berprogres,” jelasnya.

“Kan ada masalah force majeure itu, kan memang pandemi dampaknya begitu kan. Kan virus membahayakan,” ucapnya.

Pertimbangan kedua, mayoritas pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kini juga dimiliki Indonesia melalui MIND ID, Holding BUMN Pertambangan, yakni sebesar 51%.

“Ya kan kita tahu bahwa dalam pembangunan itu kan terkendala ada pandemi yang menjadi bahan konsiderasi kita, karena kalau disetop sama sekali kan juga MIND ID 51%, Indonesia sudah 51% sahamnya. Dampaknya akan lebih banyak ke kita. Kita udah cari jalan keluarnya,” tuturnya.

Pertimbangan berikutnya yaitu adanya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bila ekspor konsentrat tembaga Freeport disetop.

Dia menyebut, ribuan pekerja bisa terdampak bila ekspor konsentrat Freeport disetop pada Juni 2023 mendatang.

“Oh iya dong, kalau nggak kerja kan bisa ada dampak sosialnya. Ya banyak lah kalau ga kerja sekian tahun kan banyak. Terutama yang upah harian. Kalau konstruksi iya ribuan, kan di tambang ribuan juga,” ungkapnya saat ditanya apakah potensi PHK menjadi salah satu pertimbangan diizinkannya Freeport untuk melanjutkan ekspor konsentrat.

Namun demikian, dia menyebutkan, kelanjutan ekspor konsentrat tembaga Freeport ini diberikan dengan syarat-syarat tertentu, seperti ada kewajiban yang harus dibayarkan oleh Freeport sebagai salah satu bentuk kompensasi.

“Iya tapi dengan syarat-syarat tertentu pastinya, antara lain harus ada kewajiban yang harus dia kompensasikan,” ujarnya.

Dia menyebut, sampai saat ini progres pembangunan smelter Freeport telah mencapai sekitar 60% dengan pengeluaran sudah sekitar US$ 1,5 miliar.

Arifin pun menyebut, pihaknya kini tengah menyiapkan regulasi khusus untuk kelanjutan ekspor konsentrat tembaga Freeport ini, yakni berupa Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM).

“Itu (izin ekspor konsentrat tembaga) lewat Permen,” ungkap Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di gedung Kementerian ESDM, Jumat (28/4/2023).

Sebelumnya, Freeport McMoran, pemegang 48,76% saham PT Freeport Indonesia, mengungkapkan bahwa Freeport Indonesia tengah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia untuk kelanjutan ekspor konsentrat tembaga setelah Juni 2023.

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson menyebut, pihaknya tengah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh persetujuan kelanjutan ekspor konsentrat tembaga setelah 10 Juni 2023 mendatang sampai pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga baru di Manyar, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, beroperasi penuh pada 2024 mendatang.

Pihaknya beralasan, proses pembangunan smelter Manyar ini telah memiliki kemajuan signifikan. Sampai Maret 2023, proses pembangunan smelter ini telah mencapai sekitar 60%. Ditargetkan smelter ini bisa beroperasi pada Mei 2024 mendatang.

Adapun sempat tertundanya pembangunan smelter ini menurutnya karena terkendala pandemi Covid-19, sehingga tidak bisa tuntas pada 2023, terutama sebelum aturan larangan ekspor mineral mentah ini berlaku pada Juni 2023 mendatang.

“Dalam IUPK Freeport mengizinkan ekspor berlanjut selama 2023, tergantung pada pertimbangan keadaan kahar (force majeure). PTFI sedang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh persetujuan untuk kelanjutan ekspor sampai smelter Manyar dan PMR (Precious Metal Refinery yang memproduksi emas dan perak) telah beroperasi penuh,” ungkapnya dalam laporan Kinerja Q1 2023, dikutip Kamis (27/04/2023).

Adkerson menyebut, selama kuartal I 2023, belanja modal yang telah dikeluarkan PTFI untuk smelter Manyar dan PMR ini telah mencapai US$ 0,3 miliar dan untuk setahun pada 2023 ini diperkirakan biaya yang akan dikeluarkan bisa mencapai US$ 1,6 miliar.

Adapun total investasi untuk proyek smelter Manyar dan PMR ini mencapai US$ 3,4 miliar, terdiri dari investasi smelter Manyar sebesar US$ 3 miliar dan proyek PMR sebesar US$ 400 juta.

Proyek smelter Manyar akan mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600 ribu ton katoda tembaga per tahun. Sementara proyek PMR akan memproduksi emas dan perak. Kedua proyek ini diperkirakan akan beroperasi pada 2024.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*