Kekuatan ‘Firaun’ Luntur, Mata Uang Mesir Hancur Lebur

mesir

Pound Mesir saat ini menempati peringkat keenam sebagai mata uang dengan performa terburuk tahun ini
Mata uang ini terus mengalami penurunan yang menyebabkannya kehilangan lebih dari separuh nilai pada tahun 2022
Anjloknya pound terutama karena inflasi Mesir

Nilai tukar pound Mesir sudah hampir 20% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini. Pelemahan ini memperpanjang derita pound Mesir yang sudah jeblok sejak 2022. Kejatuhan mata uang pound diperkirakan masih akan berlanjut. 

Pound Mesir saat ini menempati peringkat ke-6 sebagai mata uang dengan kinerja terburuk sejak 1 Januari tahun ini. Pada hari Rabu (5/4/2023), mata uang tersebut diperdagangkan sekitar 30,85 per dolar atau tidak bergerak dibandingkan hari sebelumnya.

Sepanjang tahun ini, pound sudah melemah 19,81%.  Dengan pelemahan sebesar itu, pound Mesir menjadi yang terburuk di dunia.

Menurut CNBC International, pound Lebanon menjadi mata uang paling terburuk sepanjang tahun ini dengan depresiasi hingga 70%, diikuti oleh bolivar Venezuela dan dolar Zimbabwe. Mata uang Timur Tengah lainnya, rial Iran, menempati peringkat kelima terburuk.

Profesor ekonomi terapan Johns Hopkins University, Steve Hanke, yang memantau mata uang bermasalah, mengatakan bahwa penurunan tajam ini bukan hal yang baru, karena semua tiga mata uang Timur Tengah menderita masalah endemik yang serius.

Namun, salah satu masalah ekonomi terberat kini menghantui negara Mesir yang memiliki populasi terpadat di Timur Tengah.

Salah satunya adalah karena inflasi. Inflasi utama Mesir pada Februari mencapai level tertinggi dalam lebih dari lima tahun yakni 31,9% (year on year/yoy).

Lonjakan inflasi dipicu oleh kenaikan harga makanan yang meroket, yang telah diperparah oleh perang di Ukraina.

Mesir merupakan salah satu pengimpor terbesar gandum, di mana Ukraina dan Rusia termasuk di antara penyuplai teratas.

Inflasi Februari tahun ini jauh di atas proyeksi yang memperkirakan inflasi ada di kisaran 26,9%. Inflasi juga jauh lebih tinggi dibandingkan Januari yang tercatat 25,8%.

Goldman Sachs memperkirakan inflasi Mesir akan mencapai puncak sekitar 36% pada kuartal ketiga, jika tidak ada lagi devaluasi.

“Eskalasi inflasi menambah tekanan pada pound Mesir, yang diperdagangkan relatif flat sejak devaluasi awal Januari meskipun tanda-tanda kekurangan likuiditas cadangan devisa yang terus berlangsung,” tulis ekonom Goldman Sachs, Farouk Soussa dalam laporan penelitiannya yang diterbitkan pada 9 Maret.

Dia mengatakan bahwa risiko pelemahan pound Mesir dalam jangka pendek cukup tinggi, terutama dalam konteks ulasan pertama di bawah program Dana Moneter Internasiona (IMF).

Dalam upaya menyelamatkan ekonomi Mesir yang terpuruk, IMF pada bulan Desember lalu menyetujui pinjaman sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.

Namun, pinjaman tersebut tergantung pada komitmen negara untuk melakukan reformasi ekonomi selama empat tahun ke depan, dan salah satu langkahnya adalah untuk mengadopsi kurs fleksibel.

Pada bulan Januari, IMF juga memperkirakan defisit keuangan Mesir mencapai sekitar US $17 miliar dalam empat tahun ke depan.

Defisit keuangan mengacu pada seberapa banyak valuta asing yang dibutuhkan suatu negara untuk membayar hutangnya.

Sebagai upaya untuk mengurangi depresiasi pound serta menjaga laju inflasi, pada tanggal 30 Maret, bank sentral Mesir menaikkan suku bunga kunci sebesar 200 basis poins (bps) menjadi 18,25%.

Komite Kebijakan Moneter menekankan bahwa memenuhi kebijakan moneter ketat merupakan syarat yang diperlukan untuk mencapai target inflasi bank sentral Mesir (ECB) selanjutnya sebesar 7 pada rata-rata kuartal keempat tahun 2024.

Namun, Soussa dari Goldman ragu bahwa tindakan ini akan menghasilkan pelonggaran yang substansial.

“Kami berpikir kenaikan ini terlalu kecil untuk memicu aliran modal yang signifikan, dan oleh karena itu tidak mungkin untuk mengurangi tekanan pada pound atau mengatasi masalah kelangkaan valuta asing yang dihadapi ekonomi,” katanya dalam catatan terpisah pada tanggal 31 Maret.

“Inflasi tampaknya akan terus meningkat di Mesir dalam beberapa bulan mendatang,” tulis Simon Ballard dari First Abu Dhabi Bank, dikutip dari CNBC Indonesia.

Ballard, dalam laporan penelitiannya yang terpisah, melakukan revisi ke bawah terhadap pertumbuhan ekonomi Mesir untuk tahun fiskal 2022/2023 dari 5,7% menjadi 4,75%.

Mengingat defisit perdagangan negara dan cadangan internasional yang menurun sejak tahun 2020, Ballard menambahkan bahwa investor harus siap menghadapi “pelemahan mata uang yang lebih sedikit”.

Dia juga menambahkan bahwa ia mengharapkan bank sentral akan “memprioritaskan pertumbuhan ekonomi daripada mempertahankan pound” selama tahun ini.

Angus Blair, CEO dari Signet Institute, mengatakan bahwa Mesir perlu “benar-benar bergerak dengan cepat untuk melakukan perubahan.”

“Kita perlu melihat kebijakan yang lebih berhati-hati dan memperhatikan di mana modal digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur tertentu,” katanya.

“Saya pikir seharusnya lebih diperhatikan untuk memprioritaskan dimana belanja pemerintah seharusnya… Ada pasar internal yang sangat tidak efisien yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*