Menkeu: Transaksi Rp18,7 T Libatkan 4 Perusahaan & 2 Individu

Komisi III DPR RI kembali menggelar rapat soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Rapat dihadiri Menko Polhukam, Menkeu hingga Kepala PPATK, Selasa (11/4/2023). (Agung Pambudhy/ Detikcom)

Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara terkait transaksi janggal sebesar Rp 18,7 triliun. Transaksi ini merupakan bagian dari data transaksi Rp 349 triliun yang menjadi sorotan publik dalam sebulan terakhir.

Menurut Sri Mulyani, ini bukan merupakan transaksi yang berhubungan dengan pegawai.

“Ini merupakan transaksi operasional perusahaan atau korporasi dan orang pribadi periode 2015 sampai 2022,” tegas Sri Mulyani, dikutip Rabu (12/4/2023).

Dari transaksi janggal Rp 18,7 triliun ini, kata Sri Mulyani melibatkan beberapa perusahaan yakni PT A, PT B, PT C, dan PT F, yang merupakan laporan dari PPATK berdasarkan permintaan Itjen Kementerian Keuangan.

Ada juga terkait transaksi orang pribadi, berinisial D dan E yang merupakan laporan inisiatif dari PPATK.

Sri Mulyani merinci, dari transaksi janggal oleh PT A, PT PT B, PT C, dan PT F berdasarkan laporan PPATK atas permintaan Itjen Kemenkeu. Serta transaksi orang pribadi, berinisial D dan E yang merupakan laporan inisiatif dari PPATK kepada Kemenkeu.

Dia menjelaskan, PT A merupakan grup dari 3 perusahaan, dengan total transaksi sebesar Rp 11,38 triliun. Dengan periode transaksi 2017-2019 untuk lima rekening.

Transaksi yang dilakukan PT A ini merupakan laporan PPATK berdasarkan permintaan Itjen Kemenkeu, tertanggal 17 Februari 2022 saat melakukan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pemeriksa pajak.

“Pemegang sahamnya perseroan terbatas, perusahan perkebunan dan hasilnya. Status wajib pajak aktif, pengurusnya adalah WNA (Warga Negara Asing), dan tidak terkait pegawai Kemenkeu,” kata Sri Mulyani.

Hasil kesimpulan PPATK, kata Sri Mulyani, pada kelima rekening yang merupakan transaksi dari PT A, tidak ditemukan adanya aliran dana ke pegawai Kemenkeu dan keluarga.

Kemudian mengenai transaksi PT B, Sri Mulyani menjelaskan laporan transaksi senilai Rp 2,76 triliun hasil temuan PPATK ini juga merupakan permintaan Itjen Kemenkeu tertanggal 18 Oktober 2018.

Saat itu, Itjen Kementerian Keuangan tengah melakukan audit investigasi atas dugaan penerimaan uang pegawai Kementerian Keuangan dan kegiatan ini merupakan rangkaian atas operasi tangkap tangan (OTT) pegawai.

“Perusahaan ini merupakan perusahaan penanaman modal asing, perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, pengurusnya adalah WNA, tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu, dan status wajib pajak aktif,” tutur Sri Mulyani.

Adapun transaksi PT B merupakan satu korporasi dengan periode transaksi 2015-2017 untuk dua rekening.

“Keterangan PPATK, terlihat bahwa rekening tersebut aktif digunakan sebagai rekening operasional perusahaan,” papar Sri Mulyani.

Mantan Kepala Bappenas ini menyebut temuan PPATK ini pun telah ditindaklanjuti oleh pihaknya.

Kemudian, terkait dengan transaksi PT C Senilai Rp 1,88 Triliun
Sri Mulyani mengatakan transaksi ini merupakan hasil analisis PPATK, yang merupakan permintaan dari Itjen Kemenkeu pada 1 Juni 2015.

Saat itu, kata Sri Mulyani Itjen Kemenkeu, tengah melakukan pengawasan internal atas dugaan benturan kepentingan.

Berdasarkan temuan PPATK, pemegang saham di PT C merupakan perseroan terbatas. Kemudian PT C merupakan perusahan yang bergerak di bidang penyedia pertukaran data elektronik.

Kendati demikian, transaksi PT C senilai Rp 1,88 triliun tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu, dan merupakan wajib pajak aktif.

“Transaksi PT C merupakan satu korporasi, dengan periode transaksi 2010 sampai 2015 untuk dua rekening,” jelas Sri Mulyani.

“Keterangan PPATK menunjukan pola transaksi pass by dimana dana masuk yang berasal dari sejumlah perusahan dan transaksi tunai keluar melalui pemindahbukuan,” kata Sri Mulyani lagi. Hasil analisa PPATK ini pun telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan.

Transaksi PT F Senilai Rp 452 Miliar
Sri Mulyani menjelaskan, laporan PPATK atas transaksi PT F merupakan permintaan Itjen Kemenkeu tertanggal 13 April 2020, saat melakukan pulbaket atas dugaan penyimpangan pengadaan dan gratifikasi.

PT F merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan gedung.

“Transaksi PT F terdapat tiga perusahaan, dengan periode transaksi 2017-2019 untuk 14 rekening,” jelas Sri Mulyani.

Berdasarkan keterangan PPATK, transaksi oleh PT F teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan untuk menerima dana dari transaksi setoran tunai, tanpa underlying dengan keterangan cicilan, angsuran, dan pelunasan.

Libatkan Individu Pribadi

Menurut Sri Mulyani, data PPATK ini menemukan transaksi wajib pajak pribadi berinisial D dan E ini merupakan laporan atas inisiatif PPATK untuk mendukung pengumpulan penerimaan negara.

Di mana saudara D ditemukan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 500 miliar. Diketahui, D memiliki aset dan investasi yang besar, serta tidak ada berkaitan dengan pegawai.

“Karena Saudara D sudah pensiun dari Kemenkeu sejak tahun 1990 dan sudah meninggal dunia pada 2021,” jelas Sri Mulyani.

Kesimpulan PPATK terhadap WP berinisial D, yakni hasil analisis diteruskan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.

Sementara itu, hasil tindak lanjut DJP, saudara D tidak dapat ditindaklanjuti karena telah meninggal.

Kemudian untuk transaksi janggal sebesar Rp 1,7 triliun ditemukan pada WP berinisial E, dengan periode 2016-2018. Di mana saudara E tersebut memiliki aset dan investasi yang besar.

“Tidak ada berkaitan dengan pegawai, karena istri saudara E merupakan pegawai Kemenkeu yang telah mengundurkan diri pada 2010,” ucap Sri Mulyani.

Laporan ini, kata Sri Mulyani, telah disampaikan oleh PPATK langsung kepada DJP dan DJP telah melaksanakan pemeriksaan khusus kepada WP berinisial E telah diselesaikan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) pada 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*